Mengajarkan Kebebasan Berpendapat pada Siswa

| No comment
Ada rasa sedih ketika melihat siswa terpatri pada sikap diam, sikap yang menjadi keharusan tanpa mendapat kesempatan untuk berpendapat. Padahal keberanian berpendapat sangatlah mahal. Tidak mudah mengajarkan siswa memiliki keberanian berpendapat.

Di kelas, saya menekankan siswa untuk mengangkat tangan sebelum mengajukan pendapat. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari sikap yang tampak sepele ini. Melalui angkat tangan sebelum berpendapat siswa belajar untuk berani bertanggung jawab atas ucapannya, materi yang ditanyakan, atau pendapat yang disampaikan, meskipun itu sama atau bertentangan dengan kebanyakan teman sekelasnya.

Agak dilematis ketika kebiasaan angkat tangan ini diterapkan dalam metode "lempar tanya-jawab", karena beberapa siswa bisa saja kecewa ketika berulang kali mengangkat tangan tidak juga mendapat kesempatan/ditunjuk. Dalam kasus ini saya sampaikan kepada siswa bahwa meskipun tidak ditunjuk mereka telah belajar untuk memberanikan diri berargumentasi.

* * *

Namun lebih sedih lagi ketika siswa yang memiliki kepercayaan diri yang lebih, keberania yang kuat, dan kecakapan berpendapat, mengajukan pertanyaan dengan nada yang "keras", kurang memperhatikan situasi dan kondisi. Apa lagi ketika pendapat yang diajukan itu melewati batas-batas kesopanan.

Rasa-rasanya ingin memberi "pelajaran" yang lebih kepada siswa tersebut. Rasa-rasanya ingin menyisihkan dari rombongan dari pada selalu mengganggu yang lain. Kalau saja tidak teringat pada tugas pokok bahwa menjadi guru tidak hanya mengajarkan ilmu dan pengetahuan, pembunuhan katakter bisa saja terjadi sejak lama. Padahal pendidikan karakter ini yang penting.

Bukankah belajar tentang ilmu tertentu -apalagi untuk sekedar tahu- bisa dilalui dengan jalan otodidak? Bukankah belajar Office Word dan Excel bisa belajar manual dari buku-buku yang bertebaran di sana-sini? Justru mengajar karakterlah yang paling sulit di antara transfer pengetahuan yang lain.

* * *

Mengajarkan kebebasan berpendapat sangatlah perlu dilakukan sejak dini. Memberikan tata krama berbicara dan berpendapat sejak masa kanak-kanak. Baru-baru ini kerap terjadi kekerasan/anarkis yang bisa saja disebabkan oleh tidak adanya wadah dalam berpendapat. Kalau sekolah tidak memberi wadah berpendapat, mengajarkan kritik, khawatir akan ada akumulasi "pemberontakan" yang dilakukan siswa. Bisa saja tindakan "luar biasa" itu terkait dengan permasalahan di rumah, kawan sebaya, atau dinamika sekolah/kelas.

Semoga mereka tidak hanya cerdas kognitif, tapi juga memiliki kecerdasan emosi dan spirit.

Bandarlampung, 16 Januari 2012
.